
Lhokseumawe | Fokusinspirasi.com – Ketua Cahaya Keadilan Rakyat Aceh (CaKRA), Fakhrurrazi, secara tegas mengkritik arah awal penyelidikan dugaan korupsi dalam pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun yang tengah digelar Kejaksaan Negeri Lhokseumawe. Ia menyebut proses jangan sampai berpotensi mandek di tengah jalan dan mendesak aparat penegak hukum menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan publik, bukan alih-alih tunduk pada kekuasaan korporasi alias mengedepankan kompromi.
“Dari awal kita sudah disungguhkan dengan pemberitaan indikasi pengelolaan KEK Arun yang tidak transparan. Sekarang ketika aparat mulai bergerak, muncul sinyal kompromistis, pemeriksaan batal, pernyataan tanggung, hingga sikap menunggu dari pihak-pihak yang semestinya diperiksa,” kata Fakhrurrazi pada, Senin (15/6/2025).
Fakhrurrazi menilai, pembatalan pemeriksaan terhadap Presiden Direktur PT Perta Arun Gas (PAG) dengan dalih “dinas luar”, harus bisa di pastikan oleh Kejaksaan apakah benar dinas luar atau sekedar mengulur waktu untuk memberikan keterangan,
“Kita berharap elite korporasi bisa koperatif dalam upaya penegakan hukum, jangan sampai Penegakan hukum menjadi dagelan musiman,” tegasnya.
Ia menyinggung bahwa KEK Arun dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2017 dengan jargon penggerak ekonomi kawasan. Tapi kenyataannya, kawasan ini justru diduga menjadi sarang praktik eksklusif segelintir pihak, tanpa hasil signifikan bagi masyarakat sekitar.
“Selama ini KEK Arun dikelola layaknya kerajaan privat. Negara cuma jadi stempel legalitas. Lalu sekarang muncul dugaan korupsi, dan yang dimintai keterangan pun baru dua orang dari satu perusahaan. Sementara pihak yang mengelola teknis lapangan, seperti PT Patna, masih bermain kata-kata,” sindir Fakhrurrazi.
Menurutnya, YLBH CaKRA mendukung penuh penegakan hukum yang di lakukan Kejari Lhokseumawe, dan berharap jaksa tidak boleh terjebak dalam pola pemeriksaan simbolik. Ia meminta agar penyelidikan secepatnya ditingkatkan ke penyidikan dan menyeret korporasi maupun pejabat yang terlibat, dengan dasar hukum UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, termasuk pasal yang memungkinkan korporasi sebagai subjek tindak pidana.
“Semoga proses penegakan hukum yang di lakukan Kejaksaan membuahkan hasil maksimal dan jika pun terindakasi adanya pidana Pihak Kejaksaan mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menjerat aktor utama, bukan cuma kaki tangannya. Jangan sampai timbulnya opini dan pertanyaan di masyarakat penyelidikan KEK Arun, apakah ini sungguh proses hukum, atau sekedar hanya pemeriksaan sebagai bentuk pengawasan semata?,” lanjutnya.
Ia juga menyesalkan sikap PT Patna yang hanya menyatakan “menunggu arah pemeriksaan”. Menurutnya, ini bukan ruang abu-abu. Sebagai pengelola KEK, PT Patna justru harus menjadi pihak pertama yang diperiksa secara serius.
“Kalau mereka hanya pasif menunggu, itu bentuk penghindaran tanggung jawab. Dan jaksa tak boleh membiarkan itu,” ucapnya.
Fakhrurrazi menyebutkan, penyelenggara negara dan entitas bisnis yang mengelola sumber daya publik terikat pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
“Mereka tak punya hak untuk sembunyi. Setiap rupiah yang dikelola harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau tidak, itu korupsi terselubung,” cecarnya.
Razi menegaskan, CaKRA akan terus mengawasi kasus tersebut sampai adanya kepastian hukum terhadap pengelolaan KEK Arun.
“Kalau jaksa main aman, kami siap buka suara lebih lantang. Ini bukan soal hukum semata, ini soal keadilan dan nasib ribuan rakyat Aceh yang digantung harapannya lewat proyek KEK Arun,” tutup Fakhrurrazi.